Oleh : Bendi Degei
Artikel,(KM)--Kali ini saya ingin menulis sebuah artikel tentang membangun desa membangun negara, apa itu benar? Judul artikel tersebut saya akan bahas dengan maksud, saya ingin publikasikan di media publik supaya tulisan artikel saya ini mudah dapat dibaca oleh pembangun desa dan negara, sebutan biasanya pemerintah, sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam mengkonsep dan perumusan agenda pembangunan di suatu tempat dan tingkatan tertentu. Berikut ini saya akan mengulas tentang Eksistensi Desa; Pembangunan Ideal; dan Membangun Bersama UU Desa.
A. Eksistensi Desa
Akhirnya menjadi sebuah negara itu berawal dari kampung-kampung atau desa-desa tradisional yang terus tumbuh dan berkembang dalam aktivitas manusia secara politis dan geografis, invasi dan ekspansi. Dengan demikian, pondasi negara adalah desa. Desa adalah dimana tempat hunian bagi masyarakat yang sudah terikat oleh budaya dan kearifannya sebagai kekayaan hidup dalam kehidupannya, sesuaikan UU Desa No 06 Tahun 2014 Tentang Desa. Secara jujur, negara punya jasa yang besar terhadap keberadaan desa.
Desa bukan sekedar tempat. Kemampuan desa ditunjukkan oleh kekayaan alam melimpah yang pada biasanya dimanfaatkan dalam pembangunan di kota dan tenaga manusia desa dijadikan tenaga kerja pabrik di kota. Termasuk juga berbagai karya cipta masyarakat desa berupan budaya fisik yang berfungsional.
Baca :(https://kangsata.wordpress.com/2012/11/29/klasifikasi-potensi-dan-fungsi-desa-serta-ciri-ciri-masyarakat-desa/).
Sebagaimana biasanya, segala potensi desa seperti batu, pasir, rotan, kayu selalu dieksploitasi besar-an dibawah angkut sebagai bahan bangunan gedung/perkantoran maupun bahan produksi pabrik di kota yang dikuasai oleh pemerintah bersama pengusaha bermodal. Termasuk juga segala sayur-an, buah-an, hewan/ternak apa saja selalu didorong untuk bawah kota dengan alasan cari uang. Sedangkan jasa tenaga manusia di desa sebagai pengoperasi pabrik bawah di kota yang jauh dari tempat desa terisolasi. Baca:(
Sementara, di desa dalam pengambilan bahan mentah yang akan dibawah di kota, yang tentunya tidak secara berwawasan dan berkelanjutan justru merusakan linkungan dan potensi kekayaan alam yang ada menjadikan tidak produktif dikemudian hari dan di situ nilai karya ciptapun menghilang. Baca :( http://edukasicenter.blogspot.co.id/2014/09/kerusakan-lingkungan-karena-faktor.html). . Bahkan jumlah warga desa yang ada bukannya diberdayakan untuk mampu mengelolah potensi desanya sendiri tetapi justru mengurbanisasi kota untuk dipakai sebagai tenaga kerja pabrik. Imbasnya desa tetap stagnan dalam akses pembangunan dan kota semakin berkembang. Kenyataan seperti ini tidak pernah diubah oleh pemimpin siapapun termasuk seorang ahli atau para pakar pengambil kebijakan publik.
Baca:( https://id.wikipedia.org/wiki/Urbanisasi). .
Pemerintah atau pengambil kebijakan terlihat salah berpikir bahwa pembangunan yang baik berarti pembangunan berpola pusat yang semakin moderen hanya pada beberapa tempat dan demi kepentingan sebagian orang di kota, bukannya berpola mengebar dimana tempat dan masyarakat huni. Maksudnya pembangunan yang baik mestinya menguasai seluruh wilayah hunian masyarakat tanpa memandang apa kondisinya. Atau dimana ada masyarakat di situ pemerintah harus berdayakan dengan potensinya yang ada di tempat masyarakat huni tersebut, pola pembangunan merata dan adil secara terstruktur, bukan mengeksploitasi potensinya lalu membangun di tempat lain justru masyarakat di tempatnya ditindas pemerintah sendiri, pola pembangunan yang berketimpangan dan tidak adil secara terstruktur.
B. Pembangunan
Pemerintah atau pengambil kebijakan terlihat salah berpikir bahwa pembangunan yang baik berarti pembangunan berpola pusat yang semakin moderen hanya pada beberapa tempat dan demi kepentingan sebagian orang di kota, bukannya berpola mengebar dimana tempat dan masyarakat huni. Maksudnya pembangunan yang baik mestinya menguasai seluruh wilayah hunian masyarakat tanpa memandang apa kondisinya. Atau dimana ada masyarakat di situ pemerintah harus berdayakan dengan potensinya yang ada di tempat masyarakat huni tersebut, pola pembangunan merata dan adil secara terstruktur, bukan mengeksploitasi potensinya lalu membangun di tempat lain justru masyarakat di tempatnya ditindas pemerintah sendiri, pola pembangunan yang berketimpangan dan tidak adil secara terstruktur.
B. Pembangunan
Pembangunan diarahkan mencapai suatu kondisi baik yang direncanakan bersama oleh sekelompok orang di suatu tempat tertentu. Pembangunan merupakan suatu upaya sadar yang terus dilakukan bersama-sama untuk mengubah kehidupan masyarakat di suatu tempat menuju lebih baik dari kondisi sebelumnya. Pembangunan yang baik harus perspektif holistik (semua bidang, wilayah dan masyarakat) bukan spesifik (hanya berdasarkan subbagian tertentu keunggulan dalam pembangunan itu. Karena akan terindikasi ketimpangan dan ketidakadilan dalam pembangunan itu.
Dalam negara Indonesia, ketika berlakunya UU OTDA dirasa akan mempu mempercepat meningkatkan pembangunan di daerah-daerah yang sebelumnya masih dibawah sistem pemerintahan sentralistik itu sehingga pada akhirnya cita-cita negara akan terwujud sebagaimana telah tercantum dalam UU 1945 alinea pertama. Akhirnya pembangunan mulai digerakan. Pola pembangunannya yang digerakan bersama UU OTDA itu justru sama model seperti saat pemerintahan sentralistik dimana pola pembangunannya masih berpusat pada pusat kota kabupaten (cakupan wilayahnya sebatas kota, bidang pembangunannya tidak tersentuh ke desa-desa terpencil, dan kenikmatan pembangunannya hanya sekomplotan orang di kota), sedangkan pembangunan di desanya hanyalah bayang-bayang impian.
Contohnya, di kabuapten-kabupatenn Provinsi Papua yang sudah lama maupun baru, dimana pola pembangunan yang dijalankan tidak sampai di desa-desa yang jauh dari pusat kota kabupaten, justru desa tetap stagnan belenggu, sehingga terindikasi pembangunan berketimpangan dan ketidakadilan tertruktural. Baca: (http://www.nabire.net/empat-ribu-lebih-kampung-di-papua-masih-bersatus-sangat-tertinggal/).
Kenyataan ini dapat diketahui dari pembangun infrastruktur jalan yang tidak layak terjangkau ke wilayah desa-desa dengan kendaraan umum yang layakguna; kurang jamin tersedianya akses penerangan perumahan; minimnya kesediaan jasa pelayanan kesehatan; sarana dan prasaranan pendidikan yang kurang mendukung aktivitas belajar-mengajar; minimnya ketersediaan jaringan komunikasi seperti antena, waifi, telkomsel; belum dibekalinya usaha koperatif sesuai dengan potensi desanya; belum disediakan pusat-pusat hiburan seperti tempat karaoke, tempat wisata, pertokoan dll. Kondisi masyarakat desa di Papua seperti ini membuat masyarakat desa tetap saja tertindas dan tertinggal dari akses pembangunan. Kenyataan seperti ini tentu saja dirasa juga oleh desa-desa di kabupaten lain, seperti di desa pedalaman kalimantan, NTT dll. Baca:(http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2014/03/140327_bisnis_kemiskinan_profil).Pola pembangunan di daerah kabupaten yang berpusat kota yang sama seperti saat pemerintahan sentralistik sebelum berlakunya OTDA ini, maka disebut transper sistem pemerintahan sentralistik dari pusat ke daerah.
C. Membangun Bersama UU desa
UU Desa yang keluar pada tahun 2014 ini sudah merupakan payung hukum desa dalam pengelolahan pembangunan dengan potensi desa masing-masing, diberikan otonomi desa. UU Desa ini sudah bisa katakan konsep pembangunan yang layak diterapkan negara sedang berkembang seperti negara Indonesia ini dalam upaya mempercepat peningkatan pembangunan secara holistik. UU Desa ini juga disebut sebagai konsep pembangunan yang ideal lantaran pola pembangunannya mengebar berlaku di setiap hunian masyarakat di desa sehingga tentu saja pola pembangunannya bersifat merata dan adil. Melalui UU Desa ini telah memberikan hak dan kewenangan penuh ke pada masyarakat desa dalam upaya meningkatkan pembangunan di desa secara umum dan menguatkan kemampuan kemandirian dalam pengelolahan potensi dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sendiri berdasar asal usul dan adat istiadat setempat.
Beberapa tahun ke depan lagi, negara indonesia sudah masuk pada Masyarakat Ekonomi Asean, tentu ini masyarakat dihadapkan pada kompetisi yang ketat dan bebas. Kompetisi yang ketat dan bebas maksudnya dimana ada potensi alam akan dikontrak/dimiliki oleh sekomplotan orang yang bermodal dan memiliki profesional untuk mengelolah potensi alam tersebut demi mencari keuntungan dalam peranan MEA.
Baca:(http://www.gajimu.com/main/tips-karir/peluang-dan-tantangan-dalam-menghadapi-masyarakat-ekonomi-asean).
Sementara, orang yang tidak profesional entah pemilik hak ulayat tanah adat akan dipinggirkan dengan alasan tidak bisa operasi komputer, memutar pabrik, atau mengatr administrasi keuangan dll. Baca: (http://www.kemenperin.go.id/artikel/7409/Industri-Nasional-Harus-Menang-dalam-Ajang-Masyarakat-Ekonomi-ASEAN).
Kenyataan seperti ini akan terjadi dalam peranan MEA. Maka masyarakat Indonesia dari sejak dini tidak siapakan dengan kemampuannya maka akan korban bukan hanya masyarakat biasa itu sendiri justru pada umumnya negara Indonesia yang akan korban kesenjagan sosial dan konflik sosial akan menunjukkan wajah indonesia baru yang sebenarnya. Bersama UU Desa ini saatnya untuk mempersiapkan masyarakat desa yang berdayaguna supaya kelak masyarakat Indonesia mampu menghadapi MEA yang baru saja dibuka itu.
Baca(http://www.rri.co.id/voi/post/berita/81090/fokus/pasar_indonesia_paling_potensial_menghadapi_masyarakat_ekonomi_asean_2015.html).
Sementara, orang yang tidak profesional entah pemilik hak ulayat tanah adat akan dipinggirkan dengan alasan tidak bisa operasi komputer, memutar pabrik, atau mengatr administrasi keuangan dll. Baca: (http://www.kemenperin.go.id/artikel/7409/Industri-Nasional-Harus-Menang-dalam-Ajang-Masyarakat-Ekonomi-ASEAN).
Kenyataan seperti ini akan terjadi dalam peranan MEA. Maka masyarakat Indonesia dari sejak dini tidak siapakan dengan kemampuannya maka akan korban bukan hanya masyarakat biasa itu sendiri justru pada umumnya negara Indonesia yang akan korban kesenjagan sosial dan konflik sosial akan menunjukkan wajah indonesia baru yang sebenarnya. Bersama UU Desa ini saatnya untuk mempersiapkan masyarakat desa yang berdayaguna supaya kelak masyarakat Indonesia mampu menghadapi MEA yang baru saja dibuka itu.
Baca(http://www.rri.co.id/voi/post/berita/81090/fokus/pasar_indonesia_paling_potensial_menghadapi_masyarakat_ekonomi_asean_2015.html).
Sayangnya, untuk mempersiapkan masyarakat desa menjadi berdayaguna itu tidak mudah lantaran mereka baru saja menerapkan UU Desa itu, yang bisa butuh beberapa lama waktu, tenaga, dan langkah penataannya. Di sini butuh persiapan dan kesiapan terencana dan terukur dari pemerintah atasan sebagai pasilitator dalam pengembangan pembangunan di desa. Baca: :( http://asc.fisipol.ugm.ac.id/masyarakat-ekonomi-asean-dan-tantangan-reformasi-birokrasi/).
Tentu persiapan dan kesiapan yang terus dilakukan adalah metode penerapan UU Desa mulai dari pembuatan Perdes; Perencanaan Program Pembangunan; Pemanfaatan potensi desa; Penganalokasian anggaran; pelaksanaan; Pengawasan; dan Evaluasi. Langkah kesiapan dan persiapan ini dari sejak dini sudah dilakukan pemerintah maka akan terindikasinya tidak sekedar masyarakat desa yang produktif, kreatif dan inovatif, akan tetapi lebih pentingnya akan memperkuat posisi negara indonesia itu sendiri dalam menghadapi MEA pada beberapa tahun ke depan. Baca:( http://id.stie-stmy.ac.id/berita-165-persiapan-indonesia-dalam-menghadapi-mea-masyarakat-ekonomi-asean.html0. .
Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Yogyakarta
Posting Komentar