(Foto: Dok. Prib/KM) |
Kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Orang Asli Papua (OAP), melalui aparat negara (TNI-POLRI) seakan tak berujung hingga saat ini. Dalam jangka waktu kurang dari satu tahun ini saja (Desember 2014 – September 2015), tercatat lebih dari 10 kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat TNI-Polri di seluruh wilayah Papua, yang mengakibatkan 21 nyawa orang asli Papua melayang dan puluhan lainnya mengalami luka tembak dan harus dirawat di rumah sakit secara intensif.
Peristiwa 08 Desember 2014, tentu masih sangat hangat diingatan rakyat Papua, dimana ketika rakyat Papua yang mayoritas beragama nasrani, yang sedang mempersiapkan diri untuk merayakan natal dengan suka cita, namun hal itu berubah menjadi duka bagi rakyat Papua, akibat kekejaman militer Indonesia (TNI-Polri) di Kab. Paniai, yang melakukan penembakan secara membabi buta terhadap rakyat sipil, yang mengakibatkan 8 orang tertembak dan 5 orang diantaranya meninggal di tempat, akibat terkena tima panas milik TNI-Polri. Yang sangat disesalkan adalah ke-4 korban dari 5 orang yang meninggal tersebut adalah pelajar SMA yang ditembak mati saat masih mengenakan seragam sekolah. Meskipun peristiwa ini mendapatkan kecaman dari berbagai pemerhati HAM di Indonesia dan Internasional, dan juga meskipun telah dibentuk tim adhok untuk mengawal proses penyelesaian kasus ini, namun sayangnya hingga di pengunjung tahun 2015 ini, proses hukum bagi para pelaku penembakan terhadap rakyat sipil di Kab. Paniai, belum juga menunjukan titik terang.
Belum jelas proses hukum bagi para pelaku kekerasan di Kab. Paniai, penembakan secara membabi buta kembali dilakukan oleh militer Indonesia terhadap rakyat sipil di Kabupaten Mimika, Papua pada tanggal 28 Agsustus 2015, dimana ketika rakyat Papua dari suku Amungme saat sedang mengadakan syukuran di salah satu Gereja kemudian datang 2 orang oknum anggota TNI dalam keadaan mabuk dengan mengendarai motor, membuat keributan diarea tempat diadakannya syukuran. Melihat kedua oknum TNI yang mengacau, pemuda Gereja yang bertugas sebagai keamanana acara syukuran keluar dan menegur ke dua oknum TNI tersebut, namun karena tidak terima ditegur, salah seorang TNI mengeluarkan sangkur dan mengayunkan kearah para pemuda gereja, tetapi sangkurnya berhasil direbut oleh pemuda gereja. Karena tidak terima sangkur milik temannya direbut, salah seorang oknum TNI tersebut langsung mengokang senjatanya, dan mengarahkan tembakan secara membabi buta kearah para pemuda gereja. Akibat penembakan itu, 7 orang pemuda gereja terkapar dan dilarihkan ke rumah sakit, namun 2 orang meninggal ditempat dan 5 orang lainnya kritis di rumah sakit.
Baru tepat satu bulan paska peristiwa penembakan secara membabi buta yang dilakukan TNI terhadap pemuda gereja di Kab. Mimika, kejadian serupa kembali terjadi di Kab. Mimika pada tanggal 28 September 2015, dimana tanpa alasan dan sebab yang jelas, sejumlah anggota Kepolisian Indonesia Resort Mimika, kembali melakukan penembakan terhadap dua orang pelajar SMA, yang mengakibatkan salah seorang pelajar atas nama Kaleb Bagau (17) harus meninggal ditempat, sedangkan salah seorang temannya Fernando Sabarofet (17), sedang dalam kondisi kritis dan sedang menjalani perawatan secara itensif di RSUD Mimika. Menurut laporan dari para saksi dilokasi kejadian menuturkan bahwa kedua remaja ini sedang nongkrong, lalu tanpa alasan dan sebab yang jelas kedua pelajar ini dikepung dan diberondong tembakan secara membabi buta oleh aparat kepolisian, hingga mengakibatkan Alm. Kaleb Bagau tetembak tepat di jantung dan meninggal dunia, sedangkan rekan Fernando Sabarofet, terkena tembakan di bagian lengan dan juga pada panggkal paha, dekat kemaluan, hingga harus dilarikan ke rumah sakit, untuk mendapatkan perawatan.
Dengan melihat rentetan kasus pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh negara, lewat TNI-POLRI yang masih dan terus terjadi di seluru wilayah Papua, hingga saat ini, dan dengan melihat tidak adanya penyelesaian serta pemberian hukuman yang tegas kepada para pelaku kejahatan kemanusiaan dan pelanggar HAM di Papua sejauh ini, maka menyatakan sikap: “Mengutuk Tindakan Brutal Aparat TNI-POLRI dan Negara Bertanggung Jawab atas Kejahatan Kemanusiaan di Papua,” dan menuntut pemerintah Republik Indonesia, Rezim Jokowidodo dan Yusuf Kalla untuk :
1. Negara Bertanggung Jawab Atas Kejahatan Kemanusiaan di Papua
2. Tuntaskan Seluruh Kasus Pelanggaran HAM di Papua
3. Proses dan Adili Para Pelaku Kejahatan Kemanusiaan dan Pelanggar HAM di Papua
4. Buka Ruang Demokrasi Seluas-luasnya di Seluruh Tanah Papua.
Sekian pernyataan sikap kami menyeruhkan kepada seluruh aktivis pro demokrasi dan HAM di Indonesia untuk dapat bersama-sama mengawal ditegakannya Demokrasi dan HAM di Indonesia.
*) Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Tanah Kolonial Indonesia, Surabaya
Posting Komentar