Foto: Dok, Mario Y/KM |
Oleh: Mario Yumte
OPINI, KABARMAPEGAA.COM-- Kenapa bisa tiba-tiba seperti ini? Badan terasa menggigil, mata ingin meneteskan air, tapi karena saya ini laki-laki jadi jangan mudah bersedih hati karena nanti dibilang cengeng.
Masih banyak jalan yang harus diperjuangkan demi mengangkat harkat dan martabat manusia Maybrat, dan disetarakan tanpa mempedulikan status sosial yang dimiliki setiap individu masyarakat Maybrat.
Tapi, maaf bahwa, ketika mendengar ada cekcokan (adu mulut) di ibu kota negara, tepatnya depan gedung mahkamah konstitusi (MK) oleh masyarakat Maybrat pendukung pasangan penggugat pagi ini, membuat saya kesal, marah, malu dan sedih.
Semua itu seperti pisau yang menghujam keras ke dalam dada. Entah pada siapa harus saya marah? Entah kemana harus saya sembunyikan rasa malu? Entah pada siapa harus saya ungkapkan kekesalan itu? Entah pada siapa harus saya mengatakan bahwa saya sedang bersedih hati?
Entahlah yang jelas, saya sangat mencintai mereka, walau pun mereka dan tak mencintai dan mempedulikan dirinya sendiri.
Ini agak aneh, sejarah baru membuktikan bahwa hanya orang Maybrat-lah yang bisa berkelahi di luar gedung MK. Sepanjang sejarah, yang ada hanya aksi demo dari kedua belah pihak yang sedang bermasalah (demo tandingan) yang ditengahi oleh kawat duri dan dibekap oleh pihak keamanan.
Yang membuat saya sedih adalah masyarakat ibarat sapi yang dipaksakan untuk menarik beban berat. Masyarakat dijadikan sebagai aktor dalam melakukan aksi teror terhadap pihak yang tak sependapat dengan pihaknya.
Maaf bahwa, saya harus menegaskan kalian, hai para pemilik kepentingan dalam permainan ini. Kalian tidak lain adalah hewan yang memperlakukan sesamanya dengan tidak terhormat. Tindakan Anda, Tuhan itu maha tahu. Pergi saja kalau disitu, suatu saat kamu akan terima pembalasan darinya.
Kalau sudah tahu kalau kekalahan itu akan menunggumu di Mahkama Kostitusi (MK), jangan mereka mobilisasi massa dari Maybrat ke Jakarta, kalau pada akhirnya akhirnya kamu mempermalukan mereka di publik. Jangan terlalu egois, jangan terlalu ambisius kalau hanya mengorbankan masyarakat seperti ini. (Frans P/KM)
*) Penulis adalah Mario Yumte, Pemuda dari Kampung Susay, Papua Barat
Posting Komentar