Selamat datang Dan selamat Membaca di Blog Kobepaibo..!!

Tambang Raksasa PT. Freeport Indonesia Adalah Aktor Kejahatan Di Papua Dan Perdebatan Kontrak Perpanjangan Kepentingan Birokrat Koruptor

Foto: Doc/ Mecky Yeimo Aktivis KNPB Sekjend I KNPB Pusat

Opini, (KM)--Terjadi dan nyata kejahatan besar di Papua. Ini fakta, dan sudah dilakukan berpuluh-puluhan tahun dari 1967-2015 saat ini. Untuk menghancurkan banyak hal: lingkungan, kultur budaya, tata sosial, dan nilai-nilai kebenaran dan hak-hak pemilik ulayat Tambang raksasa PT. Freeport ini selalu dimanipulasi oleh penguasa atau kapitalis dunia.

Tidak hanya itu, praktek kejahatan tersebut terlihat sengaja “dilegalkan” oleh Negara kolonial bersama kapitalis dengan napsu penguasa ekonomi hak pewaris selalu menempatkan kelompok sebagai musuh karena telah melakukan menuntut hak-hak mereka dan dengan napsu tidak redahkan selalu dikelompokkan separatis, pengacau, GPK, dan sebagainya dengan kepentingan ekonomi dunia. 

Orang Papua adalah hanya sebuah ironi untuk negeri ini. Orang Papua adalah, sang pewaris tanah Papua yang kaya dengan Tambang raksasa dunia itu, tidak pernah mendapatkan apa-apa kecuali debu, limbah, kerusakan lingkungan, diskriminasi rasial. Tetapi, kemudian, apa jawaban napsu untuk menguasai kekayaan ini, ketika akumulasi kejahatan tersebut diungkap oleh rakyat Papua dengan membentuk front sebagai upaya untuk mempertanyakan identitas mereka dan hak-haknya? Negara menjawabnya dengan tembakan dan penangkapan; pengerusakan harga diri; penciptaan ilusi mengenai gerakan separatis; pelecehan rasial; dan lain sebagainya.

Kejahatan korporasi dan negara terhadap rakyat Papua dipraktekkan dalam bentuk kejahatan ekonomik dan politik. Kejahatan ekonomiknya bisa dilihat dari eksplorasi dan eksploitasi atas sumber daya alam dengan rakus, eksploitasi terhadap buruh dengan terang-terangan, perampokan atas aset rakyat Papua secara besar-besaran; kejahatan politiknya: pembungkaman suara rakyat Papua untuk menuntut hak-haknya, untuk berkumpul dan berorganisasi, dll. 

Tidak hanya itu, setiap gerakan perlawanan yang terkait dengan Freeport. Selalu diberi cap separatis atau makar terhadap negara. Akhirnya, isu mengenai Papua secara keseluruhan telah berhasil ditarik ke Freeport, bahkan indikator mengenai keamanan di Papua juga dipahami dari Freeport: jika di Freeport tidak ada persoalan, maka keseluruhan tanah Papua juga dianggap tidak ada persoalan, dan sebaliknya.

Situasi konflik di Papua merupakan dampak logis dari sistem pengelolaan sumber ekonomi vital, oleh tambang raksasa dunia PT. Freeport ini dengan dukungan negara. Hal-hal konflik bisa menjelaskan bahwa situasi sosial yang sedang terjadi di Papua adalah hasil dari sabotase kepemilikan sosial oleh segelintir orang. Produksi yang bercorak primitif komunal, sebagai ciri khas masyarakat adat, dihancurkan oleh corak produksi kapitalis yang akumulatif, eksploitatif dan ekspansif. 

Hadirnya PT. Freeport di Papua, yang aktifitasnya mengeruk kekayaan tambang secara besar-besaran, menandai dimulainya praktek produksi kapitalis di tanah Papua. Kepemilikan sosial (tanah, hutan, tambang, nikel dan meterial lainnya dengan berlapis-lapis) yang dulu menjadi milik bersama kini menjadi milik investor Asing dan birokrasi korup Indonesia. Munculnya kepemilikan pribadi atas aset vital di tanah Papua telah menciptakan kelompok baru di Papua bahkan dunia internasioal, yang selanjutnya tereduksi dalam dua kelas besar: Pemilik modal Freeport, Birokrasi Koruptor Indonesia dan petinggi Tambang raksasa Freeport ini secara keseluruhan memiliki waktu kerja untuk dijual ke pihak kapitalis, dan sedang perdebatang perpanjangan kontrak PT. Freeport ini hanya kepentingan dan perpanjangan kejahatan di tanah Papua. Lebih lanjut Freeport telah dan sedang melakukan eksploitasi secara terang-terangan terhadap buruhnya. 

Penilaian atas tindakan eksploitatif ini bisa dilihat dari perbandingan upah yang diterima buruh dengan keuntungan yang diperoleh Freeport. Di sinilah karyawan orang asili Papua merasa nilai kerjanya tidak dihargai; dari sini pula muncul konflik kelas, yakni antara keryawan (sebagai representasi dari rakyat Papua) dan actor petinggi Freeport selalu untuk membentuk/ciptakan perlawanan di tingkat masyarakat dengan masyarakat menjadi konflik sosial. 

Perpanjanggan kontrak pertambagan raksasa dunia PT. Freeport ini sedang perdebatang kalangan elitis borjuasi koruptor seakan-akan miliknya pribadi tampa melibatkan atau mempertanyakan pemilik kekayaan alam. Pemerintah Daerah pun pembiaran baik Propinsi bahkan kabupaten/kota, lebih-lebih DPR sebagai wakil rakyat tunjukan tidak nyata, waktu masa kampanye itu keluarkan kata yang manis. Tetapi mana bukti sebagai anak pewaris atau wakil rakyat, bahkan mereka sendiri jadi perbudak rakyatnya sendiri. Cari hanya keuntungan sesaat karakter pejabat orang Papua. 

Dalam pendekatan eksploitasi ekonomik mengarah langsung kepada penindasan politik. PT. Freeport, sebagai korporasi besar internasional, telah menggunakan kekuatannya dengan menguasai militer nasional bahkan internasional untuk mempengaruhi negara agar mendukung praktek eksploitasinya di tanah Papua. 

Kekuatan bersenjata, dengan terang-terangan digunakan untuk menegakkan hak-hak properti dan kontrak yang tidak adil antara kapitalis dan Petinggi PT. Freeport  Penindasan juga mengambil bentuk yang lebih luas, menggunakan tangan kedua, melalui tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, para politisi lokal dan nasional, melalui media-media (lokal maupun nasional), melalui para intelektual, untuk membenarkan dan merasionalisasi tatanan sosial dan ekonomi yang sedang berlangsung. 

Singkatnya, struktur ekonomi yang diciptakan oleh Freeport di tanah Papua telah membentuk suprastruktur politik yang berpihak kepadanya pemilik modal atau pengusaha penguasa bukan mensejatrakan rakyat Papua sebagai pemilik ulayat Tambang raksasa. Perlawanan PT. Freeport tidak boleh berhenti pada isu ekonomik normatif semata, tetapi harus berlanjut menuju isu-isu politik: hak kemerdekaan dan pengambilalihan pabrik sebagai wujud nyata merebut kembali kekayaan tanah papua ke tangan rakyat pekerja Papua. 

Gerakan Papua Merdeka juga didorong ke arah perjuangan kelas Ekonomi, mendukung kelas buruh mengambil alih kekuasaan ekonomi dan politik di Papua. Gerakan Papua Merdeka harus hati-hati dengan munculnya jalan semua yang ditawarkan oleh para elit politik borjuasi Idonesia dan America di Papua yang bertujuan ingin menyabotase perjuangan rakyat Papua demi kepentingan kelas mereka. Garis kelas harus ditarik sedini mungkin di dalam gerakan perjuangan rakyat Papua untuk menuntut kemerdekaannya. Rakyat pekerja Papua harus mandiri secara organisasi, politik, dan ideologi. Garis yang dilakukan kepentingan ekonomi internasional di Papua banyak rakyat papua yang korban begitu saja dari tahun-ketahun tampa proses hukum. Hukum juga tidak pernah memihak kepada orang papua ada hanya pembiaran.

Mari kita satukan solidaritas yang ada bubarkan PT. Freeport dan rakyat Papua ini secara riil dan berkekuatan politik revolusioner – yang secara kontinyu mengekspos kebangkrutan rejim borjuis Indonesia. Peristiwa berdarah di Papua hari ini bisa menjadi momentum untuk membangun ikatan kuat antara rakyat pekerja Papua dan Indonesia untuk bersama-sama melawan rejim borjuis Indonesia. 

Penulis oleh: Mecky Yeimo, Aktifis KNPB Sekjend I KNPB Pusat Di vietnam Mabes KNPB Pusat

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : bloggerpapua.idm | Anakcenderawasih | Bloggerpapua.id
Copyright © 2015. KOBEPAIBO - All Rights Reserved
Admin by Enagokobepa
Proudly powered by kobepa